Pernikahan adalah suatu proses menyatukan dua insan manusia (Laki-laki dan Perempuan) yang sudah saling mencintai, ditandai dengan adanya proses ijab qabul yang disaksikan oleh wali dan saksi-saksi. Peristiwa ini merupakan suatu momen yang sangat sakral dan merupakan hari bahagia bagi kedua mempelai. Para mempalai bak raja dan ratu, mereka dimake-up serta memakai pakaian yang serba wah. Di Cikakak, setelah proses ijab qabul ada satu ritual yang cukup unik yaitu "Adu Kendi"
Acara Adu Kendi biasanya dilakukan apabila pengantin, baik laki-laki maupun perempuan merupakan anak sulung atau keduanya anak bungsu, bisa juga laki-laki (sulung) dan perempuan (bungsu) atau sebaliknya. Pada proses Adu Kendi inilah banyak mengundang orang atau tetangga-tetangga berdatangan, karena disini ada proses "Saweran" dari pihak kedua mempelai yang ditunggu-tunggu banyak orang yang berdatangan.
Sebelum kendi di adu biasanya ada perwakilan (saudara) dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan untuk memutar mengelilingi kedua pengantin sambil berjoged atau ngibing (Bhs. Sunda). Mereka biasanya memakai topi yang terbuat dari alat menanak nasi tradisonal atau dalam bahasa sunda disebut "Haseupan" yang pingir-pingirnya dikasih berbagai hiasan dan dipandu oleh soerang "Peraji Pengantin". Hiasan yang dipakai disini cukup unik karena biasanya merupakan makanan seperti rengginang, opak, wajik, pisang, dll.
Selain memakai topi yang unik, dua orang wakil (saudara) pengantin tadi masing-masing tangannya memegang "Centong" dan tangan yang satunya memegang kendi yang diatasnya sudah ditaro telur. Setelah prosesi ritual selasai tibalah saatnya kendi tersebut di adu dan pecahlah suasana menjadi riuh. Disinilah saat yang paling meriah dan ditunggu banyak orang, karena setelah kendi tersebut pecah, orang-orang dari keluarga kedua mempelai segera melemparkan uang recehan kearah pengantin sebagai ungkapan rasa syukur, istilahnya "Saweran". Tentu saja hal ini membuat orang-orang baik tua-muda, anak kecil-besar, laki2-perempuan tumpah ruah saling berebut duit receh yang disawerkan tadi.
Acara Adu Kendi biasanya dilakukan apabila pengantin, baik laki-laki maupun perempuan merupakan anak sulung atau keduanya anak bungsu, bisa juga laki-laki (sulung) dan perempuan (bungsu) atau sebaliknya. Pada proses Adu Kendi inilah banyak mengundang orang atau tetangga-tetangga berdatangan, karena disini ada proses "Saweran" dari pihak kedua mempelai yang ditunggu-tunggu banyak orang yang berdatangan.
Sebelum kendi di adu biasanya ada perwakilan (saudara) dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan untuk memutar mengelilingi kedua pengantin sambil berjoged atau ngibing (Bhs. Sunda). Mereka biasanya memakai topi yang terbuat dari alat menanak nasi tradisonal atau dalam bahasa sunda disebut "Haseupan" yang pingir-pingirnya dikasih berbagai hiasan dan dipandu oleh soerang "Peraji Pengantin". Hiasan yang dipakai disini cukup unik karena biasanya merupakan makanan seperti rengginang, opak, wajik, pisang, dll.
Selain memakai topi yang unik, dua orang wakil (saudara) pengantin tadi masing-masing tangannya memegang "Centong" dan tangan yang satunya memegang kendi yang diatasnya sudah ditaro telur. Setelah prosesi ritual selasai tibalah saatnya kendi tersebut di adu dan pecahlah suasana menjadi riuh. Disinilah saat yang paling meriah dan ditunggu banyak orang, karena setelah kendi tersebut pecah, orang-orang dari keluarga kedua mempelai segera melemparkan uang recehan kearah pengantin sebagai ungkapan rasa syukur, istilahnya "Saweran". Tentu saja hal ini membuat orang-orang baik tua-muda, anak kecil-besar, laki2-perempuan tumpah ruah saling berebut duit receh yang disawerkan tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar